TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) diminta agar segera bertindak tegas dalam bersikap terhadap rebutan kanal frekuensi 3G yang melibatkan tiga operator telekomunikasi yaitu Telkomsel, Tri dan AXIS.
Perang antar ketiganya terus terjadi dalam setahun belakangan ini untuk memperebutkan kanal 3G. Saat ini kondisinya kurang kondusif.
"Serangan terhadap Telkomsel sebagai flag carrier di industri telekomunikasi oleh pihak asing yang menguasai Axis dan Tri sudah tidak benar. Mereka mendesak Telkomsel pindah kanal tanpa dasar hukum yang jelas. Padahal Telkomsel telah menduduki kanal nomor 4 di frekuensi 2,1GHz sejak 2009," ungkap Direktur Center for Indonesian Telecommunication Regulation Study (Citrus) Asmiati Rasyid di Jakarta, Kamis (3/11).
Asmiati menengarai, di balik perebutan spektrum ini ada kepentingan pemain industri global (vendor, investor, dan operator asing) yang berusaha untuk menguasai indusatri layanan broadband wireless di tanah air.
Menurutnya, sesuai yang disampaikan seorang staf khusus Menkominfo Tifatul Sembiring kala bertemu dirinya pada 14 Juli lalu, terungkap bahwa kebijakan penataan frekuensi 3G dilakukan demi kepentingan vendor. "Ini harus disikapi hati-hati," katanya.
Untuk meminimalisasi kerugian negara, blok 2 dan blok 6 di spektrum 2,1 GHz secepatnya dialokasikan kepada operator yang benar-benar membutuhkan. "Prioritas dan priviliege harus diberikan kepada flag carrier yang mengemban kepentingan nasional dan terjaganya kepentingan publik," tuturnya.
Sesuai dengan asas manfaat dan tujuan UU persaingan sehat, seharusnya pengalokasian berdasarkan kriteria dan prioritas yang jelas yaitu tergantung pada jumlah pelanggan. "Telkomsel memiliki lebih 100 juta pelanggan, Axis "hanya" 15 juta pelanggan. Tentu wajar Telkomsel diberikan blok ketiga di 2,1 GHz," katanya.
Disarankannya, pemerintah berani melakukan audit frekuensi dan menarik kembali spektrum yang belum juga dipakai sama sekali oleh operator, serta mengenakan denda bagi operator yang kedapatan tidak memaksimalkan sumber daya alam terbatas tersebut.
"Masalah ini akibat tidak adanya arah kebijakan persaingan yang jelas, khususnya pengalokasian spektrum sehingga 75 persen frekuensi 3G dikuasai asing," katanya.